Selasa, 04 Oktober 2011

Penggusuran Alun-alun Desa

Sore itu kami melihat proses pembongkaran alun-alun desa, bongkah demi bongkah tanah yang kering dilanda kemarau yang panjang ini diangkat sedikit demi sedikit.
Hadirnya alun-alun disini selalu menjadi bagian besar dari perjalanan desa Penyaringan. Dan saat ini para penduduk desa hanya bisa melihat dengan miris dan dengan kemarahan yang tertahan.
Berganti Kepala Desa sebelum Kepala Desa yang sekarang, alun-alun ini selalu berubah menjadi semakin cantik, mulai dari ukuran yang semakin ideal untuk lapangan sepakbola - lengkap dengan gawang besi dan lintasan atletiknya, hingga perataan dan penghijauannya.
"Kami tidak menerima pemberitahuan samasekali", demikian timpal rekan yang tinggal disebelah Timur Alun-alun, "Kami percaya para pimpinan Desa sudah mempunyai gambaran yang baik untuk masa depan desa dan masyarakatnya "

Rencana pembangunan SMU Negeri memang sangat menggembirakan masyarakat yang bermasalah dengan transportasi untuk bersekolah keluar desa. Sehingga kebijakan untuk membangun desa merupakan angin segar bagi masyarakat yang punya anak-anak yang hendak mengenyam tingkat SMU, apalagi di desa kami bisa bersekolah hingga tingkat SMU masih dianggap sangat luar biasa.

Perbekel (Kepala Desa) kami saat ini sangat cepat membaca peluang, ketika dari kecamatan melempar tawaran untuk proyek ini ke beberapa desa, serta merta Perbekel kami menerima dan menyanggupi untuk menyediakan lahan cepat, ya itu tadi, tempatnya di alun-alun desa. Ketika dua desa pesaingnya berpikir panjang untuk pembebasan lahan - karena desa lain sama sekali tidak terlintas pikiran untuk melepas alun-alunnya.


Lahan yang sudah rata dan keras - karena sudah dibangun sejak beberapa periode Perbekel seniornya merupakan lahan yang sudah siap dibongkar untuk sebuah proyek besar... tentu saja, karena peruntukannya sebenarnya memang untuk alun-alun, namun dengan 'kacamata' yang berbeda; lahan ini adalah lahan ideal untuk menerima proyek besar dari pusat.



Sama sekali masyarakat tidak menentang maksud dibangunnya SMU Negeri di Penyaringan, tapi masalah alun-alun yg sudah merupakan bagian dari desa dan merupakan asset yg sudah diperjuangkan sejak 44 tahun yang lalu ini tiba-tiba harus hilang sementara lahan lain selain alun-alun sebenarnya masih banyak yang bisa dialih fungsikan sebagai SMU Negeri. 


Entah pikiran apa yang ada di kepala Perbekel yang dibesarkan dan mencari nafkah sepanjang hidupnya diluar desa Penyaringan ini, baginya alun-alun desa ini tentunya adalah peluang besar untuk melengkapi fasilitas pendidikan di daerahnya, baginya ini adalah kesempatan untuk memperoleh simpati dari masyarakat yang belum mengenalnya, memberi peluang lapangan pekerjaan, kalaupun dia tidak berpikir untuk meraup keuntungan semacam komisi proyek. Baginya ini adalah kesempatan baik untuk berbuat sesuatu kepada desanya sebelum... eh, dalam mengisi masa pensiunnya.

Demikianlah kecepatan berfikir yang melihat dari 'kacamata' yang lain, tanpa melihat nilai historis, tanpa mendengar pendapat masyarakat sekitar - akhirnya proyek itu berjalan dengan deadline yang pendek, dalam dua bulan kedepan harus sudah bisa menjalankan kegiatan belajar-mengajar, dan masyarakat harus segera kehilangan alun-alunnya. Pengorbanan kembali harus dilakukan setelah pengorbanan-pengorbanan sebelumnya demi memiliki alun-alun kebanggaan desa Penyaringan.