Minggu, 17 Juli 2011

Jor Menjor Penjor

Bila kita sempat jalan-jalan ke Pulau Bali di dua minggu ini kita akan menyaksikan lautan penjor diseluruh Bali, karena masyarakat Bali yang merayakan hari raya Galungan dan - sepuluh hari kemudian - merayakan hari raya Kuningan meramaikan depan rumah mereka masing-masing dengan sebuah penjor. Untuk memperingati hari kemenangan Dharma atas Adharma.

Nunjuk Penjor, kelengkapan meriahnya hari raya di Bali.
Penjor yang kita kenal memang berasal dari Bali, hiasan sebatang bambu yang melengkung hingga kepucuk berhias janur dan aneka pernak-pernik makanan dan hasil bumi ini sekarang kita kenal untuk hiasan upacara pernikahan di Jawa dan daerah-daerah lainnya, penjor-penjor ini juga dikenal untuk hiasan beragam acara keriaan. Dan - khususnya di Bali, hingga dua minggu kedepan (Buncal Balung; Anggara Kasih), kita akan melihat seluruh jalanan di pulau Bali masih meriah berhias jutaan penjor yang beraneka ragam bentuk, hiasan dan penuh warna.
Penjor-penjor ini mulai dibuat sehari sebelum Galungan (Penampahan Galungan) setelah masyarakat masak makanan2 khas Bali dirumah masing-masing, biasanya kaum lelaki mulai mengeluarkan sebatang bambu dan mulai memasang semua payasan (perhiasan) untuk memperindah penjornya. Masing-masing saling membuat penjor yang indah, melengkung seperti ikuh barong (ekor barong), memasangi gelang-gelang janur (daun kelapa yang masih muda), gantungan padi, buah-buahan; umbi-umbian, kelapa, kue-kue, begine, jaje uli dan diujung pucuk bambu digantungi sampian (hiasan janur yang menggantung) - terakhir di pangkal penjor dipasangi tempat sesaji/ banten berupa sanggah cucuk yang dibuat dari anyaman bilah-bilah bambu - disebut sanggah Ardha Candra.
Tidak seperti di Denpasar terutama didaerah Kapal, Krobokan, Seminyak yang menghiasi penjor dengan hiasan yang berlebih-lebihan - yang konon hingga menghabiskan biaya hingga jutaan, di Desa Penyaringan penjor yang dipajang nyaris sangat seadanya, umumnya hanya bambu yang diberi gelang-gelang janur seadanya, gantungan palawija dan kue-kue seadanya, dan sampian yang hampir standar bentuknya.
Desa Penyaringan yang banyak mempunyai pohon-pohon kelapa penghasil janur justru seperti kekurangan janur - mungkin sebagian besar janurnya sudah dijual ke Denpasar dan kota-kota lainnya di pulau Bali, sehingga hiasannya sangat minimalis, bahkan nampak dibuat sangat terburu-buru - untuk sekedar melengkapi syarat upacara, kalaupun ada yang nampak lengkap, biasanya si empunya penjor sempat membeli hiasan penjor yang sudah jadi dari desa Kapal (di Denpasar Barat).

Tidak semua penjor dihiasi berlebih-lebihan, dan tidak semua penjor juga yang berhiasan seadanya. Ini tergantung dari kesiapan setiap keluarga, keluarga yang berdarah seni akan membuat penjor yang indah, keluarga yang banyak anak lelaki akan lebih siap menunjuk (mendirikan) penjor dengan cepat, keluarga yang kaya akan memesan penjor hingga terpasang di tempat, keluarga yang tidak punya anak lelaki penjornya dibuatkan sang ayah, karena sang ibu menyiapkan sampian, maka menghias bambu adalah tanggungjawab sang ayah atau anak lelaki, maka bila kita lihat semua penjor ini bentuknya akan semakin beragam - dalam satu hari menjelang hari raya galungan semua keluarga memulai kesibukan berhari raya dengan berkreasi dan mendirikan penjornya masing-masing.