Selasa, 21 Juni 2011

Awas Pecalang

Mungkin kehadiran Pecalang belum terlalu lama ada di Penyaringan, paling tidak pecalang konon mulai ada sejak reformasi dimulai sekitar tahun 1998, ada juga yang bilang kalau Pecalang itu mulai populer sebagai satgas sewaktu PDI-P mengadakan kongres di Bali tahun 1999, namun ada juga yang bilang kalau Pecalang itu merupakan warisan kebudayaan Bali - dijaman kerajaan - yang baru digali kembali dan mulai diseragamkan diseluruh Bali dengan seragam yang khas yaitu rompi hitam, sarung poleng (kotak-kotak tiga warna; hitam - putih dan merah) dan sebilah keris dipinggangnya. Tapi pada masa kerajaan dulu istilah mereka adalah sikep, dolop atau sambangan. Kalaupun ada istilah Pecalang, yang diingat oleh para janda adalah kejadian pembantaian di tahun 1965 dimana pecalang merupakan eksekutor sipil waktu itu.
Dengan sejarah Pecalang yang mengerikan, dan tugas tugas mereka menjaga kelancaran kegiatan adat, sosok para pecalang menjadi sangat ditakuti. Taring mereka sangat mencolok ketika hari raya Nyepi, setelah menjaga pawai ogoh-ogoh, mereka menjaga jalanan desa dan disetiap persimpangan jalan agar tidak ada warga yang keluar rumah dan lalu lalang dijalanan atau menyalakan lampu dimalam hari. Pada saat hari raya Nyepi, khusus bagi para pecalang merupakan kesempatan untuk menunjukan identitas mereka dan 'wilayah kekuasaan' masing-masing.
Mereka merupakan penjaga desa Adat yang berkoordinasi dengan pemimpin Adat didesa masing masing yang biasa disebut Bendesa - pemimpin  adat di desa Pekraman (pengganti kata 'Adat' yg berasal dari bahasa asing) yang kedudukannya sejajar dengan pemimpin Desa - yang bertugas sebagai petugas pengamanan kegiatan adat, seperti upacara di pura desa, hari raya Nyepi, pawai ogoh-ogoh, pemilihan ketua adat, upacara perkawinan, dll.
Mereka yang dipilih menjadi Pecalang biasanya adalah orang2 yang banyak punya waktu luang, pensiunan tentara atau polisi, atau mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Mereka sering nampak berjaga-jaga dengan seragam lengkap pada setiap acara adat, meskipun umumnya menjaga jalur pawai wadah (usungan jenasah pada upacara ngaben), pertemuan pemimpin adat, bahkan pengamanan pertandingan voli antar desa yang sering diadakan di desa Penyaringan.
Apa yang mereka jaga? sampai saat ini keberadaan (fungsi) mereka tidak terlalu jelas, dalam upacara adat cuma tempat tempat yang dilalui jalan umum dijaga, supaya tidak diganggu arus lalu lintas, sewaktu ramai pertandingan voli - mereka sibuk menjaga gerbang masuk dan lahan parkir, sewaktu ramai pencurian kayu diutara desa Penyaringan mereka bergantian menjaga batas hutan - tapi satu persatu mundur karena ongkos jaga yang kurang dan jadual piket yang tidak jelas. Begitu pun bila ada upacara di pura desa, mereka pun nampak lebih sibuk menjaga parkiran, kok jadi tukang parkir?

Dalam Perda Bali no 3, 2001 mereka disahkan oleh Desa pekraman sebagai penjaga keamanan desa, tugas dan wewenang mereka dalam urusan adat dan agama, dan mereka diangkat dan diberhentikan oleh paruman desa atau musyawarah desa.

Giatnya pemerintah Bali dalam rangka 'Balinisasi' dan menarik wisatawan asing juga tidak kecil pengaruhnya dalam memunculkan pecalang di desa-desa seluruh Bali, banyak wisatawan yang tertarik dengan penjagaan tradisional yang lengkap menyelipkan keris -senjata tradisional, daripada melihat tentara yang menggendong M-16 atau polisi dengan motor besar yang mengamankan jalannya upacara adat.




2 komentar:

  1. kasian ya, fungsi yang tidak dibarengi anggaran, akhirnya jadi tukang parkir.....

    BalasHapus
  2. Pecalang ditak untuk ditakuti melainkan untuk dimengerti untuk apa mereka ada.... judul artikel ini sedikit hironis

    BalasHapus